Dari Sudan hingga Kenya: Jejak Senyap Militer Swasta China

7 hours ago 2

loading...

Riset ORCA ungkap kehadiran militer swasta China di negara-negara Afrika, termasuk Sudan dan Kenya. Foto/The Jamestown Foundation

JAKARTA - Dalam beberapa tahun terakhir, kemunculan perusahaan militer swasta (private military companies/PMCs) secara global telah mengaburkan batas antara kepentingan negara dan korporasi. Jika perhatian dunia selama ini tertuju pada perusahaan-perusahaan Barat seperti Blackwater atau Grup Wagner dari Rusia, maka kemunculan PMCs China yang cepat dan senyap di Afrika dan sebagian Asia nyaris luput dari sorotan.

Dengan embel-embel sebagai pelindung aset-aset Belt and Road Initiative (BRI) atau sekadar penyedia "logistik keamanan", PMCs China semakin terlibat dalam dinamika politik domestik negara-negara berkembang. Operasi mereka tidak netral; keberadaan mereka berjalan seiring dengan visi geopolitik Beijing.

Menurut Ratish Mehta, peneliti di Organisation for Research on China and Asia (ORCA), kehadiran PMCs China merupakan ancaman yang unik dan belum banyak diakui. Dia menyebut keberadaan mereka sebagai bentuk intervensi terselubung yang memperkuat pemerintahan otoriter, menekan perbedaan pendapat, dan membuat negara tuan rumah semakin bergantung pada negara China.

Baca Juga: Kematian Mendadak Jenderal Xu Qiliang Soroti Isu Internal Militer China

Dari Perlindungan ke Intervensi: Jangkauan Politik PMCs China

Mehta menyebut perusahaan seperti Frontier Services Group (FSG), DeWe Security, dan Haiwei Security kerap menyamarkan diri sebagai unit logistik atau perlindungan yang bertugas mengamankan proyek-proyek infrastruktur di wilayah rawan konflik. Namun dalam praktiknya, peran mereka sering kali melebar ke wilayah politik. Di Sudan Selatan misalnya, di mana perusahaan minyak milik negara China, CNPC, memiliki kepentingan besar, PMCs China menjalankan fungsi yang lebih dari sekadar penjaga pasif.

Ketika konflik kembali pecah pada 2018, kontraktor keamanan ini dikerahkan di sekitar ladang minyak dan bekerja sama erat dengan milisi yang berpihak pada pemerintah serta berbagi intelijen. Hal ini menjadikan mereka sebagai kekuatan pendukung salah satu faksi dalam perang sipil.

"Kehadiran mereka mengubah dinamika konflik, meningkatkan kapabilitas militer pemerintah, sekaligus melindungi kepentingan ekonomi China. Meski tak ada pengerahan militer resmi dari China, secara de facto mereka telah campur tangan melalui agen-agen kuasi-negara ini," kata Mehta, dikutip dari PML Daily, Minggu (22/6/2025).

Read Entire Article
Masyarakat | | | |