Tolak Raperda Kawasan Tanpa Rokok DKI Jakarta, P3M: Matikan Usaha Skala Kecil dan Menengah

1 day ago 8

loading...

Perhimpunan Pengembangan Pesantren (P3M) menolak Raperda-KTR DKI Jakarta 2025 yang saat ini sedang dalam tahap pembahasan di tingkat DPRD DKI Jakarta. Foto/SindoNews

JAKARTA - Perhimpunan Pengembangan Pesantren (P3M) menolak Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda-KTR) DKI Jakarta 2025 yang saat ini sedang dalam tahap pembahasan di tingkat DPRD DKI Jakarta. Sebab Raperda tersebut berpotensi mematikan usaha masyarakat skala kecil dan menengah.

Direktur Eksekutif Sarmidi Husna P3M mengatakan, Tim Kajian dan Advokasi kebijakan P3M telah melakukan kajian secara komprehensif terhadap Raperda KTR ini. Menurut Sarmidi, Raperda KTR mengandung pasal-pasal yang sangat berpotensi merugikan berbagai sektor ekonomi, mengancam mata pencaharian jutaan warga Jakarta dan membatasi hak-hak konsumen secara tidak proporsional.

Setelah melakukan kajian komprehensif terhadap Draft Raperda KTR yang diajukan oleh Pemprov DKI Jakarta, Tim Kajian dan Advokasi Kebijakan P3M mengidentifikasi setidaknya empat belas (14) pasal bermasalah yang sangat merugikan bagi masyarakat, pengusaha kecil, dan berbagai sektor ekonomi terkait.

Baca juga: Hasil Riset P3M: Masjid Instansi Pemerintah Belum Ramah Disabilitas

"Raperda KTR DKI Jakarta ini dibuat tanpa mempertimbangkan dampak sosial-ekonomi secara menyeluruh. Sejumlah pasal di dalamnya berpotensi mematikan usaha skala kecil dan menengah yang sudah terpukul oleh berbagai krisis ekonomi selama beberapa tahun terakhir," ujarnya, Rabu (11/6/2025).

Sarmidi menyebut, ada 14 pasal bermasalah dalam Raperda KTR DKI Jakarta. Dari jumlah tersebut, Tim kajian dan advokasi kebijakan P3M menyorot setidaknya enam pasal Raperda KTR yang sangat berpotensi merugikan berbagai pihak. Pertama,

Baca juga: Tahajud di Medan Operasi, Doa Jenderal TNI Ini Tembus Langit saat Bebaskan Sandera di Mapenduma

Pasal 1 Ayat 6 Raperda KTR mendefinisikan rokok sangat luas mencakup semua produk alternatif seperti rokok elektronik, vape, dan produk tembakau yang dipanaskan tanpa diferensiasi risiko. Ini menghambat upaya harm reduction dan merugikan konsumen yang berusaha beralih dari rokok konvensional.

“Definisi ini mengabaikan penelitian ilmiah tentang spektrum risiko produk nikotin, menyamaratakan produk yang memiliki potensi risiko lebih rendah dengan rokok konvensional,” katanya.

Pasal 17 Ayat 5 yang berisi larangan total iklan, promosi, dan sponsor. Pasal ini melarang secara total iklan, promosi, dan sponsor rokok di seluruh wilayah DKI Jakarta dengan denda Rp50.000.000, tanpa pengecualian untuk event atau festival yang selama ini banyak mendapatkan dukungan dari industri rokok.

Read Entire Article
Masyarakat | | | |